Nama :
Eliska Widyawati
NIM :
C0210019
Sastra Indonesia / A
Sosilinguistik
Dell
Hymes (1972), seorang pakar sosiolinguistik terkenal, bahwa suatu peristiwa
tutur harus memenuhi tutur harus memenuhi delapan komponen, yang kemudian
dikenal dengan akronim SPEAKING (Chaer,
2010 : 48). Delapan komponen itu (diangkat dari Wadhaugh 1990) adalah :
S (Setting and scene)
Setting and
scene, di sini setting berkenaan
dengan waktu dan tempat tutur berlansung, sedangkan scene berkenaan dengan
situasi tempat dan waktu atau situasi psikologis pembicaraan. Dalam hal ini
setting atau tempat yang digunakan adalah studio Mata Najwa Metro TV. Sedangkan untuk situasi dalam percakapan Mata
Najwa tersebut adalah situasi yang formal, dengan satu meja dua kursi yang
saling berhadapan, sehingga penutur dan mitra tutur saling berhadapan. Situasi
formal tersebut menyebabkan penggunaan bahasa yang digunakan dalam percakapan
tersebut adalah ragam formal.
P (participants)
Partipants adalah pihak-pihak yang
terlibat dalam percakapan, bisa pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa,
atau pengirim dan penerima (pesan). Status sosial partisipan sangat menentukan
ragam bahasa yang digunakan. Dalam percakapan acara Mata Najwa ini , Najwa
Shihab selaku pembawa acara menggunakan bahasa yang formal kepada mitra
tuturnya seorang wakil pimpinan KPK, Bambang Widjajanto. Status sosial dan
power yang dimiliki Bambang memungkinkan Najwa untuk berbicara secara formal,
agar lebih menghargai mitra tuturnya tersebut. Dalam hal ini dapat dicontohkan
dalam percakapan di bawah ini :
Najwa : “17 Desember tahun 2011 lalu pimpinan
KPK terpilih, satu tahun sudah pasukan baru KPK bekerja menggulung koruptor,
sudah maksimalkah kerja KPK tahun ini, di studio Mata Najwa telah hadir wakil
pimpinan KPK yang baru Bambang Widjojanto, selamat malam mas
Bambang :”selamat
malam.”
Najwa :”
terima kasih telah hadir di mata Najwa.”
E (Ends = purpose and goal)
End merujuk pada maksud dan tujuan
pertuturan. Peristiwa yang terjadi dalam acara Mata Najwa ini bertujuan untuk
mengetahui kinerja KPK selama satu tahun ini. Secara langsung Najwa menanyakan
apa yang menjadi tujuan percakapan pada malam itu. Dan percakapan antara Najwa
dan Bambang ini diharapkan dapat menjawab apa yang menjadi tujuan percakapan
tersebut.
A (Act sequence)
Act sequence mengacu pada bentuk ujaran
dan isi ujaran. Bentuk ujaran ini berkenaan dengan kata-kata yang digunakan,
bagaimana penggunaannya dan berhubungan antara apa yang dikatakan dengan topik
pembicaraan. Bentuk ujaran dalam percakapan ini sangat formal karena topik yang
dibicarakan adalah topik yang serius mengenai kinerja KPK. Hal tersebut dapat
disebut serius, terlihat saat Najwa bertanya Bambang mitra tuturnya menjawab
dengan secara tidak langsung. Dapat diinterpretasikan bahwa Bambang selaku
wakil pimpinan KPK tidak ingin terlalu terbuka, dan seperti menjaga kerahasian
nama para koruptor.
K (Key)
Key dalam hal ini mengacu pada nada,
cara, semangat, dimana suatu disampaikan. Cara Najwa menyampaikan pertanyaan
seakan singkat namun serius dan tegas. Dan cara dan nada Bambang seakan lembut
namun penuh dengan tegas dan terkesan bertele-tele, tidak langsung mengenai apa
yang ditanyakan Najwa. Hal ini dapat terlihat dari percakapan berikut :
Najwa :”
semakin berhasil, semakin banyak musuhnya KPK, sependapat dengan itu mas?”
Bambang :” orang yang ingin membuat kebaikan, pasti
punya banyak tantangan, dan orang yang ingin membuat kemaslahatan pasti banyak
cobaan, karena tidak ada kemuliaan tanpa cobaan dan tantangan.”
Najwa :”siapa
tantangan terberat KPK saat ini?”
Bambang :”saya
lebih ingin menggunakan cobaan dan tantangan.”
I
(Intrumentalities)
Intrumentallities mengacu pada jalur
bahasa dan kode ujaran yang digunakan. Bahasa yang digunakan adalah jalur lisan
dengan bahasa Indonesia yang formal.
N (Norms of interaction and interpretation)
Norms of interaction and interpretation
mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi. Dalam hal ini percakapan
dalam acara Mata Najwa ini tidak interupsi atau permintaan ijin untuk menyela.
Dalam percakapan ini Najwa sebagai penutur sering memotong beberapa perkataan
yang sebenarnya belum selesai diucapkan. Hal ini dapat dicontohkan dalam
percakapan :
Bambang :”dalam banyak kasus berkaitan dengan korupsi
sebenarnya kita (KPK) selalu berkaitan dengan kekuasaan (power), karena yang
disebut korupsi kalau mau ditarik secara politik itu sebenarnya potensi
penyalagunaan kewenangan, jadi kalau mau dibilang siapa yang paling menchalengge KPK itu adalah orang paling
mempunyai kekuasaan.”
Najwa :
“artinya aparat pemerintah ee..dan juga ee… politisi-politisi?”
Bambang :” Kalau mau pakai analisi politisi
kontenporer, ada kombinasi orang yang punya uang banyak juga bisa menggengam
banyak kekuasaan, orang yang punya kekuasaan belum tentu dia penggengam
kewenangan, jadi tidak bisa dikotomikan sekarang terjadi proses blending di
situ.”
G (Genre)
Genre
mengacu pada jenis bentuk penyampaian, dalam penyampaian disampaikan melalui
komunikasi langsung antara Najwa selaku penutur dan Bambang selaku mitra tutur.
Berita dalam koran merupakan contoh bahasa formal.
Dalam berita yang berjudul “744 kasus
kecelakaan sepanjang tahun 2012” dalam surat kabar harian “Joglo Semar” menggunakan ragam bahasa formal.
Ciri-ciri
bahasa formal yang terdapat dalam berita tersebut sesuai dengan ciri yang
diungkapan oleh Harimurti Kridalaksana (Kushartanti,
2006 : 1) adalah :
- Adanya penggunaan prefiks me- dan ber- secara eksplisit dan konsisten dalam verba. Dalam hal ini contohkan kalimat :
- Korban tewas mencapai 121 jiwa, dengan korban luka berat sebanyak 18 orang, dan 988 lainnya mengalami luka-luka ringan.
- Dibandingkan dengan data kecelakaan tahun sebelumnya, jumlah kasus kecelakaan berkurang.
- Adanya penggunaan fungsi gramatikal (subjek, predikat, objek, keterangan dan pelengkap) yang eksplisit dan konsisten.
- Adanya keterbatasan penggunaan elemen dialek atau bahasa daerah. Dalam berita jarang akan ditemukan dialek atau bahasa daerah, hal ini disebabkan karena pembaca berita adalah dari semua kalangan dan tidak berasal dari satu suku tertentu maka berita dalam koran akan menggunakan bahasa Indonesia yang baku agar mudah dimengerti semua kalangan.
- Adanya penggunaan pola aspek + pelaku + verba yang eksplisit dan konsisten. Dicontohkan dalam berita ini misalnya
- Dari ratusan kasus kecelakaan tersebut, oleh Kasatlantas dipetakan jalur rawan kecelakaan.
- Adanya penggunaan kontruksi sintesis. Berita dalam koran ini menggunakan kontruksi sintesis yang baik dan benar. Hal ini dapat terlihat pada contoh kata :
Kata Baku Kata
Tidak Baku
Mencapai sampai
Dilakukan dikerjain
Meningkat makin
banyak
Sebanyak banyaknya
- Penggunaan elemen-elemen leksikal yang berbeda dengan bentuk tak baku.
Kata Baku Kata
Tidak Baku
Korban orang
Untuk buat
Kasus masalah
- Penggunaan istilah-istilah formal. Ada beberapa istilah-istilah dalam bahasa Indonesia maupun serapan asing yang dianggap telah menjadi istilah formal. Seperti kata relatif, material, fatalitas, kecelakaan, dominasi, wilayah, faktor, produktif dan lain-lain.
- Penggunaan ejaan formal. Ejaan yang terdapat berita adalah ejaan formal yang telah sesuai dengan kaidah EYD.
Bahasa yang digunakan dalam berita di
koran adalah bahasa jurnalistik. Bahasa jurnalistik cenderung menggunakan
bahasa yang formal. Bahasa jurnalistik memiliki sifat yang khas, yaitu singkat,
sederhana, lancar, jelas, lugas, menarik, dan netral. Namun bahasa jurnalistik
harus didasarkan pada bahasa baku.
Bahasa formal dalam berita juga dipengaruhi oleh topik formal dan target
pembaca yang berasal dari semua kalangan, sehingga bahasa dalam berita harus baku (www.kompasiana.com/bahasa_jurnalistik).
Bahasa dalam majalah berbeda dengan berita. Bahasa
dalam majalah cenderung menggunakan bahasa yang informal. Ciri-ciri bahasa tak baku / informal sesuai
yang diungkapkan oleh Bambang Kaswanti Purwo (Kushartanti, 2006 : 2) yang terdapat
dalam artikel “Makin Pede Jadi Pengusaha!
(cerita kampus)” dalam majalah “Citacinta”
:
- Adanya penggunaan bentuk-bentuk fatis. Dalam artikel ini terdapat beberapa bentuk fatis seperti yup, yuk, nih.
- Adanya pemarkah dalam bentuk morfem.
a. Kehadiran morfem
yang sama bentuk dengan yang terdapat pada ragam baku,
yaitu morfem yang menggantikan morfem lain pada
ragam baku. Pada
artikel ini terdapat beberapa morfem suffiks –an yang menggantikan prefiks me-
seperti kata “ikutan” yang seharusnya “mengikuti”
b. Ketiadaan morfem yang seharusnya terdapat pada
ragam baku.
Dicontohkan pada juduk artikel yang menghilangkan perfiks se- dan men- :
Kata Baku Kata
Tidak Baku
Semakin (se)makin
Jadi (men)jadi
3. Adanya
bentuk-bentuk yang berbeda dengan yang dipakai pada ragam baku. Dalam artikel ini memuat beberapa kata
yang berbeda dengan bahasa yang dipakai dalam bahasa baku.
a. Bentuk leksikal
tak baku yang mempunyai padanan dalam bentuk baku.
Kata baku Kata Tidak Baku
percaya Diri pede
dikarenakan soalnya
sangat banget
berkeinginan mau
yang akan datang nanti
hal yang unik uniknya
menarik seru
dilaksanakan dilakukan
- Bentuk leksikal yang memiliki makna lebih dari satu ragam baku. Misalnya kata baku “kemudian” dan “yang telah terjadi” adalah makna bentuk leksikal dari kata tidak baku “lalu”.
4. adanya perubahan bunyi, dalam hal ini adalah
perubahan diftong pada bentuk baku
menjadi bentuk yang lain. Misalnya kata “ramai-ramai “ menjadi bentuk kata
tidak baku
“rakalimat yang tidak bakume-rame”.
Dari uraian di atas dapat dikategorikan bahwa bahasa
yang digunakan dalam artikel majalah adalah bahasa informal. Bahasa informal
yang terdapat dalam artikel ini dipengaruhi oleh topik yang ringan dan sasaran
pembaca (target reader) adalah remaja, sehingga atikel ini dikemas dalam bahasa
yang menarik dalam bahasa yang informal sehari-hari digunakan.
Kesimpulan
Dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa peristiwa tutur dalam percakapan cara
Mata Najwa dapat dianalis melalui delapan komponen yang dimiliki Dell Hymes
yaitu SPEAKING. Namun dalam kenyataannya tidak harus delapan komponen tersebut
dipenuhi, terkadang ada beberapa percakapan yang tidak dapat mencakup delapan
komponen tersebut.
Bahasa
dalam berita di koran menggunakan bahasa formal, karena topik yang dibahas
adalah serius dan sasarannya pembacanya adalah semua kalangan dari semua status
sosial. Sedangkan bahasa dalam majalah cenderung menggunakan bahasa informal
karena topik yang dibicarakan ringan, dan sasaran pembacanya kebanyakan adalah
para remaja. Sehingga bahasa dan gambar di dalamnya dibuat semenarik mungkin.
Daftar
Pustaka
Abdul Chaer, 2010. Sosiolinguistik (Perkenalan Awal). Jakarta : Rineka Cipta
Kushartanti. 2006. “Bahasa
Indonesia Baku dan Tak Baku
pada Percakapan Anak Jakarta”dalam Linguistik Indonesia. Jakarta
: Masyarakat Linguistik Indonesia.
www.kompasiana.com/bahasa_jurnalistik
diakses pada Kamis, 26 Desember 2012 pukul 20.10
Lampiran
Transkrip
Dialog dalam Acara Mata Najwa Metro TV, pada hari Senin 17 Desember 2012 pukul
21.30
Najwa : “ 17 Desember tahun 2011 lalu pimpinan
KPK terpilih, satu tahun sudah pasukan baru KPK bekerja menggulung koruptor,
sudah maksimalkah kerja KPK tahun ini, di studio Mata Najwa telah hadir wakil
pimpinan KPK yang baru Bambang Widjojanto, selamat malam mas
Bambang :
”selamat malam.”
Najwa :
”terima kasih telah hadir di Mata Najwa.”
Bambang :”Ya, sama-sama.”
Najwa :”
semakin berhasil, semakin banyak musuhnya KPK, sependapat dengan itu mas?”
Bambang :” orang yang ingin membuat kebaikan, pasti
punya banyak tantangan, danorang yang ingin membuat kemaslahatan pasti banyak
cobaan, karena tidak ada kemuliaan tanpa cobaan dan tantangan.”
Najwa :”siapa
tantangan terberat KPK saat ini?”
Bambang : ”saya lebih ingin menggunakan cobaan dan
tantangan.”
Najwa : “
siapa yang lebih mencoba?”
Bambang : ”dalam banyak kasus berkaitan dengan korupsi
sebenarnya kita (KPK) selalu berkaitan dengan kekuasaan (power), karena yang
disebut korupsi kalau mau ditarik secara politik itu sebenarnya potensi
penyalagunaan kewenangan, jadi kalau mau dibilang siapa yang paling menchalengge KPK itu adalah orang paling
mempunyai kekuasaan.”
Najwa :
“artinya aparat pemerintah ee..dan juga ee… politisi-politisi?”
Bambang :” Kalau mau pakai analisi politisi
kontenporer, ada kombinasi orang yang punya uang banyak juga bisa menggengam
banyak kekuasaan, orang yang punya kekuasaan belum tentu dia penggengam
kewenangan, jadi tidak bisa dikotomikan sekarang terjadi proses blending di
situ.”
boleh nanyak...
BalasHapuskalo persamaan dari kata pemalakan dan dikerjain apa ya...