Senin, 07 Januari 2013

contoh metode penelitian sastra


Pendahuluan

Latar Belakang
Dalam pengertian yang paling luas, feminisme adalah gerakan kaum wanita untuk menolak segala sesuatu yang dimarjinalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan, baik dalam bidang politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial lainnya. Senada dengan definisi tersebut, The New Encyclopedia of Britannica memaknai feminisme adalah keyakinan yang berasal dari Barat, berkaitan dengan kesetaraan sosial, ekonomi dan politik antara laki-laki dan perempuan, yang tersebar ke seluruh dunia lewat berbagai lembaga yang bergerak atas nama hak-hak dan kepentingan perempuan.
Dalam pengertian yang lebih sempit, yaitu dalam sastra, feminisme dikaitkan dengan cara-cara memahami karya sastra baik dalam kaitannya dengan proses produksi maupun resepsi. Emansipasi wanita dengan demikian merupakan salah satu aspek dalam kaitannya dengan persamaan hak. Dalam ilmu sosial kontemporer lebih dikenal sebagai gerakan kesetaraan jender.
Novel “Layar Terkembang” merupakan salah satu novel karya Sutan Takdir Alisjahbana atau yang dikenal dengan nama STA. Dalam novel Layar Terkembang (LT) ini STA menuangkan pemikiranya sebagai seorang intelek yang memiliki pemikiran yang luar biasa. Pemikiran tersebut kemudian dihadirkan dalam tokoh seorang wanita bernama “Tuti”. Novel ini merupakan novel yang didaktis, sehingga tak heran jika novel ini cetak hingga 38 kali sejak tahun 1937 – 2006 (Nyoman, 2009:129).
Karakter tokoh Tuti di sini adalah seorang perempuan yang serius dan aktif dalam organisasi wanita. Tuti dengan segala aktifitas organisasi perempuannya kental akan pengaruh budaya barat. Walaupun seorang inteleks namun Tuti dalam novel ini mengatakan dengan tegas mengkritisi tentang perempuan yang meniru dan hidup pola orang Eropa. Wanita Indonesia pada saat itu cenderung masih kolot dan masih bergantung pada laki-laki. Melalui novel ini STA ingin mengungkapkan bagaimana seorang wanita bersikap, wanita harus mempunyai pandangan yang luas.

Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini peneliti memberi batasan permasalahan yang akan dikaji, agar penelitian berfokus dan tidak berfokus melewati fokus permasalahan, sehingga dapat mencapai sasaran yang diinginkan. Penelitian ini hanya difokuskan pada permasalahan perempuan pada jaman 1930an, tokoh Tuti, dan pengaruh budaya barat pengarang dalam novel Layar Terkembang.
Perumusan Masalah
Rumusan masalah dibuat berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas. Hal ini bertujuan agar menuntun peneliti ke arah data yang dicari. Beberapa permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut.
  1. Bagaimana masalah-masalah yang dihadapi perempuan-perempuan pada zaman 1930an dalam novel Layar Terkembang?
  2. Bagaimana kesadaran bentuk jender tokoh Tuti dalam novel Layar Terkembang?
  3. Bagaimana pengaruh budaya barat pengarang yang mempengaruhi karakter tokoh Tuti dalam novel Layar Terkembang?
Tujuan Penelitian
  1. Mengungkapkan masalah-masalah yang dihadapi perempuan-perempuan pada zaman 1930-an pada novel tersebut.
  2. Mengidentifikasikan kesadaran bentuk jender tokoh Tuti dalam novel Layar Terkembang.
  3. Mengidentifikasi pengaruh budaya barat pengarang yang mempengaruhi karakter Tuti dalam karyanya tersebut.
Manfaat Penelitian
Manfaat Teoritis
Dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai studi analisis terhadap analisis sastra Indonesia, khususnya analisis novel dengan pendekatan feminisme. Kritik sastra feminisme telah menyarankan adanya pembaharuan yang berupa pengakuan akan adanya penulis dan pembaca perempuan. Sehingga terjadi kesetaraan jender dan karya sastra antara laki-laki dan perempuan.
Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini adalah untuk menerangkan terhadap pembaca bahwa novel Layar Terkembang mengemukakan tentang emansipasi wanita pada tahun 1930an yang dikemas dalam satu novel bertema percintaan. Perjuangan seorang wanita inteleks yang terpengaruh oleh budaya barat. Perempuan pada tahun 1930an masih minim pengetahuan.
Landasan Teori
Kajian Pustaka
            Masalah-masalah tentang feminis sering dibahas dalam beberapa penelitian. Topik mengenai perempuan sangat menarik sehingga menimbulkan banyak penelitian. Peneliti menemukan beberapa penelitian tentang feminisme misalnya saja penelitian dalam bentuk skripsi pada novel Saman, Larung, dan Perempuan Berkalung Sorban. Sedangkan untuk novel Layar Terkembang peneliti belum menemukan penelitian terhadap novel ini melalui pendekatan feminis.
Aspek Teori
Sebuah karya sastra merupakan struktur yang bersistem, sebagai struktur berarti bahwa di dalamnya terdapat unsur-unsur yang saling berkoherensi dan membentuk seperangkat hukum instrinsik yang menentukan hakikat unsur-unsur itu sendiri. Dengan demikian, teori struktural merupakan suatu disiplin yang memandang karya sastra sebagai suatu stuktur yang terdiri atas beberapa unsur. Unsur- unsur tersebut saling berkaitan satu dengan yang lainnya dan membentuk satu makna yang bulat dan utuh.
Naratologi (naratif) itu sendiri berarti teori mengenai sistem narasi serta kemungkinan-kemungkinan mengadakan variasi bila sistem tersebut dikonkritkan. Membahas alur, penokohan, aspek ruang dan waktu, dan fokalisasi. Naratologi mengambil masalah terhadap berbagai hal yang berhubungan dengan wacana naratif, bagaimana menyiasati peristiwa-peristiwa cerita ke dalam sebuah bentuk yang terorganisasi yang bernama plot atau alur. Struktur naratif yaitu penderitaan kembali terhadap unsur-unsur struktural yang ada di dalam suatu karya sastra. Dalam penelitian teks naratif, kaum formalis menekankan unsur-unsur cerita dan motif.
Naratif dapat menyajikan realitas manusia terhadap waktu, kenangan masa lalu bila kenangan itu ada sangkut perutnya dengan masa sekarang dan membayangkan masa yang akan datang.
1. Alur
Secara struktural alur sangat erat berkaitan dengan penokohan dalam menonjolkan tema cerita. Para tokoh atau pelakunya melakukan perbuatan-perbuatan yang dengan wataknya. Perbuatan-perbuatan itu menimbulkan peristiwa-peristiwa. Rangkaian peristiwa itulah yang saling berhubungan berdasarkan hubungan sebab akibat itulah yang disebut dengan alur. Alur ialah urutan kejadian untuk mengeratkan jalan cerita melalui kerumitan sampai klimaks dan penyelesaian.
Pada umumnya strutur alur terdiri dari 1) tahap situasion (pengarang melukiskan suatu keadaan, 2) tahap generating circumstances (peristiwa bersangkut paut mulai bergerak), 3) tahap rising action (keadaan mulai memuncak), 4) tahap climax (peristiwa-peristiwa mencapai puncaknya), 5) tahap denounment (pemecahan persoalan-persoalan dari semua peristiwa).
Naratologi sebagai sebuah pengkajian mengenai struktur naratif bertujuan untuk mendapatkan susunan teks. Untuk itu pertama-tama harus ditentukan satuan-satuan cerita dan fungsinya. Secara naratologi sebuah naratif niscaya memilki 2 komponen atau bagian, cerita dan wacana.
2. Penokohan
Penokohan merupakan unsur penting dalam karya sastra naratif. Tokoh cerita menurut Abrams adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
Teknik pelukisan tokoh menurut Burhan Nurgiantoro ada dua yaitu :
  1. Teknik analitis yaitu pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian atau penjelasan secara langsung.
  2. Teknik dramatik yaitu pengarang membiarkan para tokoh cerita untuk menunjukkan kediriannya sendiri  melalui berbagai aktifitas yang dilakukan
Berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjaun jenis tokoh dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis penamaan di antaranya 1) berdasarkan segi peranan, 2) berdasarkan fungsi penampilan tokoh, 3) berdasarkan perwatakannya, 4) berdasarkan berkembangan atau tidaknya perwatakan tokoh, 5) berdasarkan pencerminan tokoh cerita terhadap manusia dari kehidupan nyata.
3. Latar
Menurut Abrams latar atau setting sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya  peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Menurut Burhan unsur latar dapat dibedakan menjadi tiga unsur poko yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial
Ketiga unsur tersebut menawarkan permasalahan yang berbeda dan membicarakan secara sendiri tetapi pada kenyataannya saling berkaitan dan mempengaruhi satu dengan yang lain.
4. Citra Perempuan
Citra perempuan merupakan wujud gambaran mental spiritual dan tingkah laku keseharian yang terekspresi oleh perempuan dalam berbagai aspek, yaitu aspek fisik dan psikis sebagai citra diri perempuan serta aspek keluarga dan masyarakat sebagai citra sosial.
Citra perempuan dalam penelitian ini berwujud mental spiritual dan tingkah laku keseharian yang terekspresi oleh tokoh Tuti yang menunjukkan wajah dan ciri khas perempuan. Citra perempuan dapat dilihat melalui peran yang mencerminkan perempuan dalam kehidupan sehari-hari.
Teori sastra feminisme melihat karya sastra sebagai cerminan realitas sosial patriarki. Oleh karena itu, tujuan penerapan teori ini adalah untuk membongkar anggapan patriarkis yang tersembunyi melalui gambaran atau citra perempuan dalam karya sastra. Dengan demikian, pembaca atau peneliti akan membaca teks sastra dengan kesadaran bahwa dirinya adalah perempuan yang tertindas oleh sistem sosial patriarki sehingga dia akan jeli melihat bagaimana teks sastra yang dibacanya itu menyembunyikan dan memihak pandangan patriarkis. Di samping itu, studi sastra dengan pendekatan feminis tidak terbatas hanya pada upaya membongkar anggapan-anggapan patriarki yang terkandung dalam cara penggambaran perempuan melalui teks sastra, tetapi berkembang untuk mengkaji sastra perempuan secara khusus, yakni karya sastra yang dibuat oleh kaum perempuan, yang disebut pula dengan istilah ginokritik.



Metodelogi Penelitian
1. Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif. Data deskriptif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah data yang terkumpul berbentuk kata, frase, klausa, kalimat, dan paragraf.  Metode penelitian ini bersifat induktif yaitu kesimpulan berfikir melalui suatu peristiwa.
2. Pendekatan
Pendekatan sastra pada dasarnya adalah teori untuk memahami jenis sastra tertentu sesuai dengan sifatnya. Pendekatan ini harus sesuai dengan pokok permasalahan yang hendak diteliti.
Pemilihan salah satu jenis pendekatan lebih didasarkan pada sifat, karakteristik, spesifikasi karya sastra sebagai objek kajian dan tujuan yang hendak dicapai. Dalam hal ini peneliti menggunakan pendekatan feminis, karena novel ini sangat berkaitan dengan latar sosial dan karakter tokoh Tuti sebagai emansipasi wanita yang aktif dalam organisasi perempuan.
3. Teknik Pengumpulan Data
Peneliti menggunakan teknik kajian pustaka dalam tahap pengumpulan data, yaitu teknik pengumpulan data dengan mempergunakan sumber-sumber tertulis. Teknik kajian pustaka dilakukan dengan cara mencari, mengumpulkan, membaca, dan mempelajari buku-buku acuan, artikel, atau tulisan yang mempunyai hubungan atau yang menunjang penelitian.
Sebelum dianalisis, data yang telah terkumpul diklarifikasikan terlebih dahulu. Langkah mengklarifisikasi data ini merupakan langkah selanjutnya setelah data dikumpulkan dengan teknik pustaka. Klasifikasi data ini mencakup masalah-masalah yang dihadapi oleh perempuan pada tahun 1930an, masalah-masalah yang berhubungan dengan bentuk-bentuk kesadaran jender dalam diri tokoh Tuti, serta pengaruh budaya barat terhadap karakter tokoh Tuti.
Kemudian tahap selanjutnya yaitu menyeleksi data, tahap memilih data ini bertujuan untuk menfokuskan penelitian. Data-data tersebut dikaji untuk memperoleh pemahaman sepenuhnya dari novel Layar Terkembang. Hal ini dilakukan untuk menangkap makna dan fungsi yang menonjol dan utama dari segi tertentu yang dianalisis.
4. Teknik Penyajian Data
Tahap ini meupakan suaru rangkaian rakitan organisasi informasi dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan penelitian dapat dilakukan. Sajian ini harus mengacu pada rumusan masalah yang telah dirumuskan sebagai pertanyaan penelitian, sehingga narasi yang tersaji merupakan deskripsi mengenai kondisi yang rinci untuk menceritakan dan menjawab permasalahan yang ada.
Penelitian terhadap novel ini Layar Terkembang ini dilakukan berdasarkan kerangka sosiologi sastra. Peneliti menganalisis data berdasarkan pendekatan feminis, Peneliti menganalisis data berdasarkan feminis yang sesuai dengan sifat, karakteristik, spesifikasi novel sebagai objek kajian dan yujuan yang hendak dicapai.
5. Teknik Penarikan Kesimpulan
Teknik penarikan kesimpulan atau verifikasi adalah langkah yang esensial dalam proses penelitian. Penarikan kesimpulan ini didasarkan atas pengorganisasian informasi yang diperoleh dalam analisis data. Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini menggunakan teknik induktif, yaitu teknik penarikan kesimpulan dari data-data yang bersifat khusus menuju kesimpulan yang bersifat umum.





Daftar Pustaka

Edi Subroto. 2007. Pengantar Metode Penelitian Linguistik Struktural. Surakarta : UNS Press
Nyoman Kutha Ratna. 2009. Stilistika (Kajian Puitika Bahasa Sastra dan Budaya). Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Sutan Takdir Alisjahbana. 1987. Layar Terkembang. Jakarta : Balai Pustaka

pragmatik prinsip kerja sama


Pendahuluan

Fungsi bahasa ada dua yaitu transaksional dan intraksional. Dalam transaksional bahasa digunakan sebagai penyampaian informasi, sedangkan intraksional bahasa menjaga hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur. Prinsip kerja sama (PKS) dipakai untuk kelancaran berkomunikasi antara satu dengan yang lain. Rumusan umum PKS adalah memberikan kontribusi seperti yang diminta pada yang dibutuhkan, dengan tujuan dan arah yang tepat dalam percakapan yang ada terlibat di dalamnya.
PKS sering tidak patuhi, pada kenyataan sekarang ini banyak penutur yang menggunakan tindak tutur secara tidak langsung dalam menyampaikan maksudnya. Maksud dari tindak tutur tidak langsung tersebut adalah agar ujaran atau perkataan terdengar santun. Untuk menjaga keharmonisan hubungan maka terdapat prinsip kesopanan yang harus dipatuhi.
Kesantunan pada umumnya berkaitan dengan hubungan antara dua partisipan yang disebut sebagai “diri sendiri” dan “orang lain”. Dalam percakapan, “diri sendiri” biasanya dikenal sebagai “pembicara”, dan orang lain sebagai penyimak. Rumusan Leech dianggap paling lengkap dan komprahensif.
Maksim merupakan kaidah kebahasaan di dalam interaksi lingual; kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, dan interpretasi-interpretasinya terhadap tindakan dan ucapan lawan tuturnya. Maksim-maksim tersebut menganjurkan agar seseorang  mengungkapkan keyakinan-keyakinan dengan sopan dan menghindari yang tidak sopan.
Dalam prinsip kesopanan yang dimiliki Leech akan dibahas dua maksim yaitu Maksim Kearifan dan Maksim Sopan Santun. Dalam hal ini Leech membaginya dalam 6 yaitu (1) Maksim Kebijakkan, (2) Maksim Kedermawan, (3) Maksim Pujian, (4) Maksim Kerendahan Hati, (5) Maksim Kesetujuan, dan (6) Maksim Simpati.
         
Pembahasan


Dalam prinsip kesopanan yang dimiliki Leech akan dibahas dua maksim yaitu Maksim Kearifan dan Maksim Sopan Santun. Berikut adalah analisis dialog interaktif dalam acara “ Saatnya Wanita Bicara edisi Meraih Rumahku Surgaku” Radio Persada FM melalui enam maksim sopan santun milik Leech :

1.      Maksim Kearifan (Tact Maxim) yaitu tuturan yang memberikan keuntungan bagi penutur. Hal ini terdapat dalam tindak tutur direktif dan komisif. Buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin, buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin. Dalam dialog antara Afifah selaku pembawa acara dan Ibu Sri Purwaningsih selaku narasumber, terdapat Maksim Kearifan. Maksim Kearifan yang terjadi pada percakapan

a.   Penutur (p)             : “Assalamualaikum Pesona FM pilihan pas kita dan keluarga.   Kembali saya Afifah menyapa saudara pendengar  dan untuk hari ini selasa 13 muharam, 1434 Hijriah atau 27 november 2012 kita bersama dalam program saatnya wanita berbicara  dan seperti biasa  di studio sudah hadir  narasumber kita  ada ibu  Sri Purwaningsih dan langsung saja kita sapa beliau.  assalamulaikum ibu?
      Narasumber (n)      : “walaikumsalam “

b.   Penutur (p)             : “ baik buat mbak Siti di Sragen semoga bermanfaat, lalu yang ada di line telepon coba kita sapa assalamualaikum.”
c. Narasumber             : “Begitupun juga  kalo kita  mengasuh memelihara  mendidik anak yatim  didalam rumah tangga kita  itu rumah tangga kita akan  mendapat rahmat dan kecintaan Allah.  maka ini alangkah baiknya  kalau kita  mengamalkan Hadis ini ya jadi insyaAllah  keluarga kita akan  menjadi keluarga yang semarak dengan amal soleh  setiap hari setiap  saat itu ya termasuk rumah kita un menjadi  rumah yang diberkahi oleh Allah banyak pahalanya banyak berkahnya kalo kita memelihara anak yatim ya . Apalagi kalau anak yatim itu memang secara ekonomi juga kurang mampu kita membantu itu sangat bermanfaat. Walaupun  mampu tapi  tidak bisa mengelola dengan baik  juga bisa kita bantu walaupun tercukupi kebutuhan ekonominya  itu anak juga tidak hanya membutuhkan materi, anak yatim juga membutuhkan belas kasih sayang, membutuhkan sosok orang tua yang disebut bapak dan ibu ya , mereka juga mendambakan  keceriaan hidup seperti anak-anak lain yang  sebaya yang mempunyai  orang tua yang lengkap…”

            Kalimat percakapan di atas merupakan contoh Maksim Kearifan. Pembawa menyapa (a) para pendengar dan narasumber sehingga memunculkan keuntungan dan kenyaman bagi orang lain. Sedangkan contoh yang kedua (b) mengucapkan terima kasih berharap apa yang disampaikan narasumber dapat bermanfaat. Bahasa yang digunakan sopan dan baik karena pemilihan diksinya tepat sehingga tidak menyingung perasaan.  Kemudian untuk contoh ketiga (c) narasumber menggunakan tindak tutur direktif, di mana kita dianjurkan untuk menyanyuni anak yatim, karena dengan menyantuni anak yatim menjauhkan seseorang terhadap segala yang buruk. Narasumber menyadarkan pendengarnya tentang kehidupan anak yatim yang membutuhkan rasa kasih sayang. Dari tindak tutur tersebut maka terbentuklah maksim kearifan yaitu pengaruh yang menguntungankan orang lain.

2.      Maksim Kedermawaan (generosity maxim) yaitu tuturan yang menimbulkan kerugian pada penutur. Hal ini terdapat pada tindak tutur direktif dan tindak tutur komisif. Buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin, buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin. Dalam dialog ini dicontohkan misalnya :

Penutur (p)       : “…baik ibu kita akan membuka kesempatan bagi yang ingin bertanya ini, sekali bagi anda yang ingin bertanya mengenai masalah tersebut a bisa menggunakan line telepon 0271638123 atau melalui line sms di 081393809000…”

            Pernyataan di atas merupakan contoh tindak komisif menawarkan. Dalam hal ini komisif masuk pada maksim kedermawawaan. Kerugian pada penutur yang dimaksud adalah penutur diminta untuk memberikan kesempatan atau penawaran kepada orang lain yang sekiranya dapat bermanfaat atau mengguntungkan orang tersebut.

3.      Maksim Pujian (Praise Maxim) yaitu tuturan yang dapat memberikan pujian kepada penutur. Dalam hal ini terdapat pada tindak tutur ekspresif dan asertif. Kecamlah sedikit mungkin, pujilah orang lain sebanyak mungkin. Dalam dialog interaktif radio ini terdapat beberapa contoh maksim pujian :

Contoh (a)  Penutur : “Baik saudara ku pendengar baik dimana saja Anda berada , terimakasih anda masih bersama kami di program saatnya wanita berbicara. Dan bagi anda yang baru saja bergabung bersama kami a untuk hari ini kita sedang membahas masih dalam tema dalam rangka meraih rumah ku surga ku dan kita menyoroti masalah anak yatim yang ada dirumah kita atau mengasuh anak yatim…”

Contoh (b) Narasumber : “walaikumsalam jadi aaa… ibu sudah ada keinginan yang baik untuk bisa menyantuni anak yatim tapi apakah yang namanya menyantuni harus ikut bersama dengan kita kemudian aaa… kita pelihara di rumah sementara ibu sendiri juga dengan keadaan ibu sendiri masih merasa kekurangan dari segi ekonomi, maka aaa… kita bisa menyantuni anak yatim dengan tidak harus satu rumah dengan kita karena kebutuhan anak yatim itukan sama dengan kebutuhan anak-anak kita juga, tidak hanya sekedar harta gitu…”

Contoh (c) Narasumber : “…Jadi mudah-mudahan apa yang sudah ibu lakukan disini lebih banyak memelihara anak yatim jadi bisa dapat pahala yang banyak jadi sudah baik ibu mengisi waktu-waktu ibu kegiatan-kegiatan yang bermanfaat, diantaranya dengan dengan tadi ya menyantuni anak-anak yatim itu sudah baik ibu, jadi mudah mudahan putranya juga a sama disana juga tetap tetap bahagia begitu, jadi ibu tetaplah ingat anak saya disana juga bahagia saya akan mendoakan supaya tetap bahagia sama disini juga kita sama sama bahagia jadi nanti kita berkumpul lagi disana begitu ibu ya, mudah-mudahan tetap ada kenangan yang baik dan tidak menjadikannya susah gitu”.

Kalimat yang diucapkan oleh penutur pada contoh (a) merupakan contoh maksim pujian, penutur pada percakapan pertama mengungkapkan rasa terima kasihnya terhadap pendengar yang masih setia mendengarkan dialog tersebut. Sedangkan untuk contoh (b) juga merupakan contoh maksim pujian terhadap Ibu Susi selaku penelpon yang mempunyai niat baik menolong anak yatim walaupun hidupnya sendiri penuh dengan kesederhanaan. Walaupun diungkapkan secara seperti doa, namun secara tidak langsung pernyataan (c) adalah ungkapan pujian kepada Ibu Sutarno di Boyolali karena telah membantu 82 anak yatim.

4.      Maksim Kerendahan Hati (Modesty Maxim) yaitu tuturan yang merendahkan dirinya atau tidak memuji dirinya sendiri. Maksim ini terdapat pada tindak tutur ekspresi dan asertif. Pujilah diri sendiri sesedikit mungkin, kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin

Narasumber : “…Kalau yang bersangkutan itu sudah kecukupan dari segi materi kita bisa kan anak yatim itukan punya kebutuhan, kebutuhan seperti kalau dia punya bapak dan ibu sendiri, dia juga ingin mengadu, ingin memohon nasihat, ingin dukungan, ingin kasih sayang, karena itu yang bisa kita berikan ya. Apa yang bisa kita berikan oh keliyatannya kok a apanamanya butuh butuh dukungan dari segi mungkin tidak bisa pelajarannya apa kita ajari caranya atau anak kita ikut ngajari umpamanya seperti itu. Kemudian juga anak kelihatan susah kita hibur jadi apa yang dibutuhkan begitu ibu, itu juga sudah termasuk menyantuni. Ya kalau kita punya anu kita ajak makan bareng sana butuh butuh skali-kali diajak rekreasi keluarga kita rekreasi diajak sekalian dengan kita ikut rekreasi, umpamanya dananya ada. Itu apa yang dibutuhkan seorang anak jika bisa kita berikan kita berikan…”

Percakapan di atas memyatakan kepada kita untuk melakukan segala sesuatu bukan dari materi. Membantu adalah kegiatan yang mulia, tapi tidak harus berupa materi, kita bisa saja memberikan semangat, doa, maupun pengetahuan yang kita miliki untuk membantu anak yatim tersebut.

5.      Maksim Kesetujuan (Agreement Maxim) yaitu tuturan yang memberikan persetujuan kepada penutur. Maksim ini biasa terdapat dalam tindak tutur asertif. Usahakan agar ketaksepakatan antara diri dan lain terjadi sesedikit mungkin, usahakan agar kesepakatan antara diri dengan orang lain terjadi sebanyak mungkin. Ada beberapa contoh percakapan yang menggunkapkan sebuah persetujuan dalam dialog ini, misalnya saja:

Narasumber : “ya, aaaa wajar kalau kesepian tidak ada temennya, adik dan kakaknya nggak ada jadi hanya sendiri, ibunya sudah tidak ada, bapaknya kerja sampai sore ya. Memang seperti itu juga harus harus kita biasakan juga ya mbak siti nanti kalo suatu saat mbak siti juga menikah tadi ya suatu saatkan juga pasti menikah,…”

Kalimat “memang seperti itu”merupakan suatu kesetujuan antara penutur dan mitra tutur. Penutur menyetujui dengan apa yang dikatakan mitra tutur dengan sedikit menambahkan nasehat agar pernyataan tersebut menjadi lebih baik. Kesepakatan atau kesetujuan merupakan salah satu langkah awal untuk mempertahankan keharmonisan dalam berkomunikasi.


6.      Maksim Simpati (Sympathy Maxim) yaitu tuturan yang  mengepresikan rasa simpati. Dalam dialog ini rasa simpati dapat dicontohkan pada pernyataan berikut :

 Narasumber          : “…ibu cukup bersyukur putra ibu itu meninggal pada saat menunaikan ibadah haji, itu kan jelas …. Insyaallah itu dijalan Allah yang baik, sehingga ibu sudah menuju jalan yang baik, insyaallah tempatnya juga baik gitu ibu, jadi kalo ingat sama putranya ya didoakan ya Allah mudah-mudahan nanti saya bisa bersama-sama ketemu dengan anak saya lagi di akhirat sana bisa bersama-sama lagi disana.

      Dalam tuturan ini Ibu Sri selaku narasumber memberikan rasa simpatinya terhadap Ibu Sutarno selaku penelpon. Rasa simpati itu dapat dilihat pada ucapan doa semoga kelak Ibu Sutarno bisa dipertemukan dengan anaknya kelak.


Skala kesantunan menurut Leech :
  1. Skala Untung-Rugi (cost benefit scale), menunjuk kepada besar kecilnya kerugian dan keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah penuturan. Semakin tuturan itu merugikan diri penutur, akan semakin dianggap santun lah tuturan itu.
  2. Skala Pilihan (optionally Scale) menunjuk pada banyak atau sedikitnya pilihan yang disampaikan si penutur kepada banyak atau sedikitnya pilihan yang disampaikan penutur kepada mitra tutur menentukan pilihan yang banyak dan menentukan pilihan yang banyak dan leluasa, akan dianggap semakin santunlah tuturan itu, dan begitu pula sebaliknya.
  3. Skala Ketidaklangsungan (indirectness scale), menunjuk kepada peringkat langsung dan tidak langsungnya maksud sebuah tuturan. Semakin tuturan itu bersifat langsung akan dianggap semakin santun. Demikian pula sebaliknya.
  4. Skala keotoritasan (authority Scale), menunjuk kepada hubungan status sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur dan mitra tutur, tuturan itu akan cenderung menjadi semakin santun. Dan begitu pula sebaliknya.
  5. Skala jarak sosial (social distance scale), menunjuk kepada peringkat hubungan sosial antara penutur dan mitar tutur yang terlibat dalam sebuah pertuturan. Ada kecenderungan bahwa semakin dekat jarak peringkat sosial di antara keduanya , akan menjadi semakin kurang santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya. Dengan kata lain, tingkat keakraban hubungan antara penutur dengan mitra tutur sangat menentukan peringkat kesantunan tuturan yang digunakan dalam bertutur.


Prinsip Pollyana

Prinsip Pollyana adalah prinsip yang menuntun seseorang untuk melihat sesuatu dari sisi yang cerah, daripada sisi yang gelap. Penggunaan prinsip menggunakan gaya bahasa eufimisme, menyembunyikan hal-hal yang tidak mengerakkan. Penggunaan kata-kata yang dapat melunakkan dampak makna negatif, misalnya kata : agak, kurang, sedikit. Dalam dalog Radio tersebut dicontohkan misalnya :

Narasumber : “…Apalagi tadi background keluarganya berantakan kemungkinan dia mungkin tidak bahagia di sana ya dengan background keluarga yang seperti itu. Bisa juga pendidikannya dari segi agama mungkin kurang juga…”

Kata “kurang” di sini untuk lebih memberikan sesuatu yang baik daripada kata “tidak tahu sama sekali”. Narasumber berusaha memilih diksi yang lebih baik dan sopan agar disetiap pernyataannya tidak menyinggung. Maka Ibu Pur selaku narasuber telah menerapkan prinsip Pollyana.

Prinsip Ironi / Cemooh

Penutur bertutur secara santun tetapi yang dituturkan tidak benar. Penutur mengungkapkan daya ilokusi yaitu apa yang sebernarnya dimaksudkan. Namun dalam hal ini tidak ditemukan kata-kata atau ungkapan yang dengan sengaja maupun tidak sengaja mencemooh mitra tutur ataupun pendengar.






Kesimpulan

            Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa percakapan dalam dialog interaktif dalam Radio swasta Persada FM dapat dianalisis menggunakan prinsip kesantunan Leech. Dalam hal ini dialog tersebut mencakup keenam maksim sopan santun yang telah dikemukakan di atas.
            Dialog interaktif yang dilakukan adalah dialog tentang keagamaan, bertema “Menyantuni Anak Yatim”. Topik keagamaan di atas mempengaruhi analisis prinsip kesopanan, karena dari keenam maksim, maksim kearifan paling banyak dicontohkan. Dalam maksim kearifan terdapat tindak tutur direktif yang bersifat mempengaruhi mitra tutur untuk melakukan tindakan seperti apa yang diinginkan penutur. Narasumber berusaha untuk mengajak pendengar berbuat kebaikan dengan car menyantuni anak yatim.
            Bahasa yang digunakan adalah bahasa yang formal karena dalam hal ini situasi dan topik yang formal. Pemilihan kata yang sering kali melanggar PKS merupakan salah usaha untuk menjaga keharmonisan antara penutur dan mitra tutur maupun pendengar. Maka tidak jarang ada pernyataan yang mengancam muka penutur itu sendiri.



Daftar Pustaka

Leech, G. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta : Universitas Indonesia
www.pragmatic-asik.blogspot.com/2010/06/maksim-kesopanan  diakses pada Kamis, 27 Desember 2012 pukul 12.30

speaking dan kata baku tak baku


                       
Nama              : Eliska Widyawati
NIM                : C0210019
Sastra Indonesia / A
Sosilinguistik

                        Dell Hymes (1972), seorang pakar sosiolinguistik terkenal, bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi tutur harus memenuhi delapan komponen, yang kemudian dikenal dengan akronim SPEAKING (Chaer, 2010 : 48). Delapan komponen itu (diangkat dari Wadhaugh 1990) adalah :

S (Setting and scene)
Setting and scene, di sini setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur berlansung, sedangkan scene berkenaan dengan situasi tempat dan waktu atau situasi psikologis pembicaraan. Dalam hal ini setting atau tempat yang digunakan adalah studio Mata Najwa Metro TV. Sedangkan untuk situasi dalam percakapan Mata Najwa tersebut adalah situasi yang formal, dengan satu meja dua kursi yang saling berhadapan, sehingga penutur dan mitra tutur saling berhadapan. Situasi formal tersebut menyebabkan penggunaan bahasa yang digunakan dalam percakapan tersebut adalah ragam formal.

P (participants)
            Partipants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam percakapan, bisa pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima (pesan). Status sosial partisipan sangat menentukan ragam bahasa yang digunakan. Dalam percakapan acara Mata Najwa ini , Najwa Shihab selaku pembawa acara menggunakan bahasa yang formal kepada mitra tuturnya seorang wakil pimpinan KPK, Bambang Widjajanto. Status sosial dan power yang dimiliki Bambang memungkinkan Najwa untuk berbicara secara formal, agar lebih menghargai mitra tuturnya tersebut. Dalam hal ini dapat dicontohkan dalam percakapan di bawah ini :

Najwa        : “17 Desember tahun 2011 lalu pimpinan KPK terpilih, satu tahun sudah pasukan baru KPK bekerja menggulung koruptor, sudah maksimalkah kerja KPK tahun ini, di studio Mata Najwa telah hadir wakil pimpinan KPK yang baru Bambang Widjojanto, selamat malam mas
Bambang   :”selamat malam.”
Najwa        :” terima kasih telah hadir di mata Najwa.”
                                                                                                                                               
E (Ends = purpose and goal)
            End merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Peristiwa yang terjadi dalam acara Mata Najwa ini bertujuan untuk mengetahui kinerja KPK selama satu tahun ini. Secara langsung Najwa menanyakan apa yang menjadi tujuan percakapan pada malam itu. Dan percakapan antara Najwa dan Bambang ini diharapkan dapat menjawab apa yang menjadi tujuan percakapan tersebut.

A (Act sequence)
            Act sequence mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujaran ini berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya dan berhubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan. Bentuk ujaran dalam percakapan ini sangat formal karena topik yang dibicarakan adalah topik yang serius mengenai kinerja KPK. Hal tersebut dapat disebut serius, terlihat saat Najwa bertanya Bambang mitra tuturnya menjawab dengan secara tidak langsung. Dapat diinterpretasikan bahwa Bambang selaku wakil pimpinan KPK tidak ingin terlalu terbuka, dan seperti menjaga kerahasian nama para koruptor.

K (Key)
            Key dalam hal ini mengacu pada nada, cara, semangat, dimana suatu disampaikan. Cara Najwa menyampaikan pertanyaan seakan singkat namun serius dan tegas. Dan cara dan nada Bambang seakan lembut namun penuh dengan tegas dan terkesan bertele-tele, tidak langsung mengenai apa yang ditanyakan Najwa. Hal ini dapat terlihat dari percakapan berikut :

Najwa        :” semakin berhasil, semakin banyak musuhnya KPK, sependapat dengan itu mas?”
Bambang   :” orang yang ingin membuat kebaikan, pasti punya banyak tantangan, dan orang yang ingin membuat kemaslahatan pasti banyak cobaan, karena tidak ada kemuliaan tanpa cobaan dan tantangan.”
Najwa        :”siapa tantangan terberat KPK saat ini?”
Bambang   :”saya lebih ingin menggunakan cobaan dan tantangan.”

I  (Intrumentalities)
            Intrumentallities mengacu pada jalur bahasa dan kode ujaran yang digunakan. Bahasa yang digunakan adalah jalur lisan dengan bahasa Indonesia yang formal. 

N (Norms of interaction and interpretation)
            Norms of interaction and interpretation mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi. Dalam hal ini percakapan dalam acara Mata Najwa ini tidak interupsi atau permintaan ijin untuk menyela. Dalam percakapan ini Najwa sebagai penutur sering memotong beberapa perkataan yang sebenarnya belum selesai diucapkan. Hal ini dapat dicontohkan dalam percakapan :
Bambang   :”dalam banyak kasus berkaitan dengan korupsi sebenarnya kita (KPK) selalu berkaitan dengan kekuasaan (power), karena yang disebut korupsi kalau mau ditarik secara politik itu sebenarnya potensi penyalagunaan kewenangan, jadi kalau mau dibilang siapa yang paling menchalengge KPK itu adalah orang paling mempunyai kekuasaan.”
Najwa        : “artinya aparat pemerintah ee..dan juga ee… politisi-politisi?”
Bambang   :” Kalau mau pakai analisi politisi kontenporer, ada kombinasi orang yang punya uang banyak juga bisa menggengam banyak kekuasaan, orang yang punya kekuasaan belum tentu dia penggengam kewenangan, jadi tidak bisa dikotomikan sekarang terjadi proses blending di situ.”
G (Genre)
            Genre mengacu pada jenis bentuk penyampaian, dalam penyampaian disampaikan melalui komunikasi langsung antara Najwa selaku penutur dan Bambang selaku mitra tutur.

Berita dalam koran merupakan contoh bahasa formal. Dalam berita yang berjudul “744 kasus kecelakaan sepanjang tahun 2012” dalam surat kabar harian “Joglo Semar” menggunakan ragam bahasa formal.
Ciri-ciri bahasa formal yang terdapat dalam berita tersebut sesuai dengan ciri yang diungkapan  oleh Harimurti Kridalaksana (Kushartanti, 2006 : 1) adalah  :

  1. Adanya penggunaan prefiks me- dan ber- secara eksplisit dan konsisten dalam verba. Dalam hal ini contohkan kalimat :
  1. Korban tewas mencapai 121 jiwa, dengan korban luka berat sebanyak 18 orang, dan 988 lainnya mengalami luka-luka ringan.
  2. Dibandingkan dengan data kecelakaan tahun sebelumnya, jumlah kasus kecelakaan berkurang.
  1. Adanya penggunaan fungsi gramatikal (subjek, predikat, objek, keterangan dan pelengkap) yang eksplisit dan konsisten.
  2. Adanya keterbatasan penggunaan elemen dialek atau bahasa daerah. Dalam berita jarang akan ditemukan dialek atau bahasa daerah, hal ini disebabkan karena pembaca berita adalah dari semua kalangan dan tidak berasal dari satu suku tertentu maka berita dalam koran akan menggunakan bahasa Indonesia yang baku agar mudah dimengerti semua kalangan.
  3. Adanya penggunaan pola aspek + pelaku + verba yang eksplisit dan konsisten. Dicontohkan dalam berita ini misalnya
  1. Dari ratusan kasus kecelakaan tersebut, oleh Kasatlantas dipetakan jalur rawan kecelakaan.
  1. Adanya penggunaan kontruksi sintesis. Berita dalam koran ini menggunakan kontruksi sintesis yang baik dan benar. Hal ini dapat terlihat pada contoh kata :
Kata Baku                                                      Kata Tidak Baku
Mencapai                                                         sampai
Dilakukan                                                        dikerjain
Meningkat                                                        makin banyak
Sebanyak                                                         banyaknya
  1. Penggunaan elemen-elemen leksikal yang berbeda dengan bentuk tak baku.
Kata Baku                                                      Kata Tidak Baku
Korban                                                                        orang
Untuk                                                              buat
Kasus                                                               masalah
  1. Penggunaan istilah-istilah formal. Ada beberapa istilah-istilah dalam bahasa Indonesia maupun serapan asing yang dianggap telah menjadi istilah formal. Seperti kata relatif, material, fatalitas, kecelakaan, dominasi, wilayah, faktor, produktif dan lain-lain.
  2. Penggunaan ejaan formal. Ejaan yang terdapat berita adalah ejaan formal yang telah sesuai dengan kaidah EYD.

Bahasa yang digunakan dalam berita di koran adalah bahasa jurnalistik. Bahasa jurnalistik cenderung menggunakan bahasa yang formal. Bahasa jurnalistik memiliki sifat yang khas, yaitu singkat, sederhana, lancar, jelas, lugas, menarik, dan netral. Namun bahasa jurnalistik harus didasarkan pada bahasa baku. Bahasa formal dalam berita juga dipengaruhi oleh topik formal dan target pembaca yang berasal dari semua kalangan, sehingga bahasa dalam berita harus baku (www.kompasiana.com/bahasa_jurnalistik).
Bahasa dalam majalah berbeda dengan berita. Bahasa dalam majalah cenderung menggunakan bahasa yang informal. Ciri-ciri bahasa tak baku / informal sesuai yang diungkapkan oleh Bambang Kaswanti Purwo (Kushartanti, 2006 : 2)  yang terdapat dalam artikel “Makin Pede Jadi Pengusaha! (cerita kampus)” dalam majalah “Citacinta” :

  1. Adanya penggunaan bentuk-bentuk fatis. Dalam artikel ini terdapat beberapa bentuk fatis seperti yup, yuk, nih.

  1. Adanya pemarkah dalam bentuk morfem.
a. Kehadiran morfem yang sama bentuk dengan yang terdapat pada ragam baku, yaitu morfem yang menggantikan morfem lain pada ragam baku. Pada artikel ini terdapat beberapa morfem suffiks –an yang menggantikan prefiks me- seperti kata “ikutan” yang seharusnya “mengikuti”
b. Ketiadaan morfem yang seharusnya terdapat pada ragam baku. Dicontohkan pada juduk artikel yang menghilangkan perfiks se- dan men- :
Kata Baku                                                     Kata Tidak Baku
Semakin                                                          (se)makin
Jadi                                                                  (men)jadi

3.  Adanya bentuk-bentuk yang berbeda dengan yang dipakai pada ragam baku. Dalam artikel ini memuat beberapa kata yang berbeda dengan bahasa yang dipakai dalam bahasa baku.
a.  Bentuk leksikal tak baku yang mempunyai padanan dalam bentuk baku.
Kata baku                                                       Kata Tidak Baku
percaya Diri                                                     pede
dikarenakan                                                     soalnya
sangat                                                              banget
berkeinginan                                                    mau
yang akan datang                                             nanti
hal yang unik                                                   uniknya
menarik                                                           seru
dilaksanakan                                                    dilakukan

  1. Bentuk leksikal yang memiliki makna lebih dari satu ragam baku. Misalnya kata baku “kemudian” dan “yang telah terjadi” adalah makna bentuk leksikal dari kata tidak baku “lalu”.

4. adanya perubahan bunyi, dalam hal ini adalah perubahan diftong pada bentuk baku menjadi bentuk yang lain. Misalnya kata “ramai-ramai “ menjadi bentuk kata tidak baku “rakalimat yang tidak bakume-rame”.

Dari uraian di atas dapat dikategorikan bahwa bahasa yang digunakan dalam artikel majalah adalah bahasa informal. Bahasa informal yang terdapat dalam artikel ini dipengaruhi oleh topik yang ringan dan sasaran pembaca (target reader) adalah remaja, sehingga atikel ini dikemas dalam bahasa yang menarik dalam bahasa yang informal sehari-hari digunakan.
                                                                                                                                   
Kesimpulan
            Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa peristiwa tutur dalam percakapan cara Mata Najwa dapat dianalis melalui delapan komponen yang dimiliki Dell Hymes yaitu SPEAKING. Namun dalam kenyataannya tidak harus delapan komponen tersebut dipenuhi, terkadang ada beberapa percakapan yang tidak dapat mencakup delapan komponen tersebut.
            Bahasa dalam berita di koran menggunakan bahasa formal, karena topik yang dibahas adalah serius dan sasarannya pembacanya adalah semua kalangan dari semua status sosial. Sedangkan bahasa dalam majalah cenderung menggunakan bahasa informal karena topik yang dibicarakan ringan, dan sasaran pembacanya kebanyakan adalah para remaja. Sehingga bahasa dan gambar di dalamnya dibuat semenarik mungkin.

Daftar Pustaka
Abdul Chaer, 2010. Sosiolinguistik (Perkenalan Awal). Jakarta : Rineka Cipta
Kushartanti. 2006. “Bahasa Indonesia Baku dan Tak Baku pada Percakapan Anak Jakarta”dalam Linguistik Indonesia. Jakarta : Masyarakat Linguistik Indonesia.
www.kompasiana.com/bahasa_jurnalistik diakses pada Kamis, 26 Desember 2012 pukul 20.10


           

Lampiran

Transkrip Dialog dalam Acara Mata Najwa Metro TV, pada hari Senin 17 Desember 2012 pukul 21.30

Najwa     : “ 17 Desember tahun 2011 lalu pimpinan KPK terpilih, satu tahun sudah pasukan baru KPK bekerja menggulung koruptor, sudah maksimalkah kerja KPK tahun ini, di studio Mata Najwa telah hadir wakil pimpinan KPK yang baru Bambang Widjojanto, selamat malam mas
Bambang                                                                                                    : ”selamat malam.”
Najwa     : ”terima kasih telah hadir di Mata Najwa.”
Bambang :”Ya, sama-sama.”
Najwa     :” semakin berhasil, semakin banyak musuhnya KPK, sependapat dengan itu mas?”
Bambang :” orang yang ingin membuat kebaikan, pasti punya banyak tantangan, danorang yang ingin membuat kemaslahatan pasti banyak cobaan, karena tidak ada kemuliaan tanpa cobaan dan tantangan.”
Najwa     :”siapa tantangan terberat KPK saat ini?”
Bambang : ”saya lebih ingin menggunakan cobaan dan tantangan.”
Najwa     : “ siapa yang lebih mencoba?”
Bambang : ”dalam banyak kasus berkaitan dengan korupsi sebenarnya kita (KPK) selalu berkaitan dengan kekuasaan (power), karena yang disebut korupsi kalau mau ditarik secara politik itu sebenarnya potensi penyalagunaan kewenangan, jadi kalau mau dibilang siapa yang paling menchalengge KPK itu adalah orang paling mempunyai kekuasaan.”
Najwa     : “artinya aparat pemerintah ee..dan juga ee… politisi-politisi?”
Bambang :” Kalau mau pakai analisi politisi kontenporer, ada kombinasi orang yang punya uang banyak juga bisa menggengam banyak kekuasaan, orang yang punya kekuasaan belum tentu dia penggengam kewenangan, jadi tidak bisa dikotomikan sekarang terjadi proses blending di situ.”