Sabtu, 22 Maret 2014

derivasi infleksi



Pendahuluan

Istilah lain yang biasa dipakai untuk klasifikasi kata adalah penggolongan kata atau penjelasan kata; klasifikasi kata ini dalam sejarah linguistik selalu menjadi salah satu topik yang tidak pernah terlewatkan.
Para tata bahasawan tradisional menggunakan kriteria makna dan fungsi. Kriteria makna digunakan untuk mengidentifikasikan kelas verba, nomina, dan ajektifa, sedangkan kriteria fungsi digunakan untuk mengidentifikasikan preposisi, konjungsi, adverbia, pronomina, dan lain-lainnya (Abdul Chaer, 1994 : 166).
Untuk dapat digunakan di dalam kalimat atau pertuturan tertentu, maka setiap bentuk dasar, terutama dalam bahasa fleksi dan aglutinasi harus dibentuk lebih dahulu menjadi sebuah kata gramatikal, baik melalui proses afiksasi, proses reduplikasi, maupun proses komposisi.
Pembentukan kata ini mempunyai dua sifat yaitu pertama membentuk kata yang bersifat inflektif, dan kedua yang bersifat dervatif. Infleksi dan derivasi merupakan persoalan yang klasik di dalam tata-bahasa tradisional dan selalu dibedakan di dalam pemerian morfologi bahasa-bahasa indo-eropa. Hal itu tergolong wajar karena bahasa-bahasa itu memang tergolong fleksi atau infleksi. Hal itu berbeda dari bahasa Indonesia yang termasuk aglutinasi (Abdul Chaer, 1994 : 167).
Pembahasan
Infleksi dan Derivasi
Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Dalam proses ini terlibat unsur-unsur (1) dasar atau bentuk dasar (2) afiks, dan (3) makna gramatikal yang dihasilkan. Proses ini dapat bersifat inflektif dan dapat pula bersifat derivatif (Abdul Chaer, 1994 : 177).
Afiks adalah sebuah bentuk, misalnya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata. Sesuai dengan sifat kata yang dibentuknya, dibedakan adanya dua jenis afiks, yaitu afiks inflektif dan afiks derivatif. Yang dimaksud dengan afiks inflektif adalah afiks yang digunakan dalam pembentukan kata-kata inflektif atau paradigma infleksional.
  1. Proses  morfemis yang derivasional
Proses morfemis yang mengakibatkan perubahan keanggotaan kategorial kata yang dikenainya dan jenis ini dapat ditentukan dengan tes keanggotaan kategorial kata.
Contoh:  menghitam (KK) diturunkan dari Kata Sifat (KS) hitam
  1. Proses morfemis yang paradigmatik (infleksi)
Proses morfemis yang tidak mengakibatkan perubahan keanggotaan kategorial kata.
Contoh: Menjualkan (KK) diturunkan dari menjual (KK) tidak mengubah kategori kata.
Jadi, fleksi adalah perubahan morfemis dengan mempertahankan identitas leksikal dari kata yang bersangkutan, dan derivasi adalah perubahan morfemis yang menghasilkan kata dengan identitas morfemis yang lain (Verhar, 1979:66).
Dalam artikel Dwi Purnanto, afiks infleksional cenderung mempunyai makna tetap, sedangkan afiks derivasional belum tentu (Bauer, 1988: 77). Pada proses infleksi, perubahan kata dasar menjadi kata bentukan tidak mengubah makna, sedangkan pada proses derivasi kata bentukan yang dihasilkan biasanya memiliki makna yang berbeda atau relatif berbeda dari makna bentuk dasarnya. Secara infleksional, pada kata tembak, perubahan menjadi menembak, ditembak, dan tertembak tidak mengubah makna bentuk kelas kata, namun hanya mengubah makna gramatikal. Namun demikian, secara derivasional, perubahan tembak (adjektiva) menjadi penembak (nomina) memiliki makna yang sangat berbeda dari bentuk dasarnya. Dengan demikian, selain terjadi perubahan makna pada derivasi, sebagaimana telah diungkapakan pada prinsip (1), terjadi pula perubahan kelas atau identitas kata. (4) Afiks derivasional lebih dekat dengan akar kata daripada afiks infleksional (Bauer, 1988: 80).
Afiks dapat dibagi menjadi dua jenis afiks, yaitu afiks‑afiks infleksional dan afiks‑afiks derivasional. Afiks infleksional adalah afiks yang mampu menghasilkan bentuk‑bentuk kata yang baru dari leksem dasarnya, sedangkan afiks derivasional adalah afiks yang meng­hasilkan leksem baru dari leksem dasar. Misalnya dalam bahasa Indonesia dibedakan prefiks me- yang infektif dan prefiks me- yang derivatif. Sebagai afiks inflektif prefiks me- menandai bentuk kalimat indikatif aktif, sebagai kebalikan dari prefiks di- yang menandai bentuk indikatif pasif. Sebagai afiks derivatif, prefiks me- membentuk kata baru yaitu kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan bentuk dasarnya. Misalnya, terdapat pada kata membesar yang berkelas verba dari dasar ajektifa; atau mematung yang berkelas verba dari dasar nomina.

Afiks infleksi dan derivasi
Afiks derivasi digunakan pada proses afiksasi yang bersifat derivasi; afiks infleksi digunakan pada proses afiksasi yang bersifat infleksi. Proses afiksasi yang bersifat derivasi itu akan menghasilkan leksem (kata dalam pengertian kata leksikal) dari leksem yang menjadi D; proses afiksasi yang bersifat infleksi akan menghasilkan bentuk-kata (word-form) (kata dalam pengertian kata gramatikal) dari suatu leksem (D).
Bertolak dari fungsi fleksi dan fungsi derivasi pada afiks, afiks dapat dibedakan atas dua kelompok berdasarkan fungsinya, yakni (1) afiks derivasi dan (2) afiks infleksi. Bauer menjelaskan bahwa afiks derivasi adalah afiks yang memproduksi leksem baru (kata dalam pengertian leksem) dari suatu leksem; dan afiks infleksi adalah afiks yang berfungsi memproduksi bentuk-kata (kata gramatikal) dari suatu leksem. Sejumlah cara membedakan afiks derivasi dengan afiks infleksi menurut Bauer adalah sebagai berikut:
1.  Jika suatu afiks mengubah kelas kata, berarti afiks derivasi, dan jika tidak mengubah kelas kata, biasanya, afiks infleksi (tetapi dapat pula afiks derivasi);
2.  Afiks derivasi mempunyai makna yang tidak tetap (tidak teratur), sedangkan
afiks infleksi selalu mempunyai makna yang tetap (teratur);
3. Suatu kaidah umum adalah afiks derivasi kurang produktif sedangkan afiks infleksi sangat produktif.
Istilah proses derivasi dan proses infleksi ini didasarkan pada istilah yang digunakan Matthews. Pada verba afiksasi yang memiliki beberapa afiks, afiks-afiks tersebut mengimbuh secara hierarkis. Jika pada verba afiksasi terdapat afiks derivasi dan afiks infleksi, maka pengimbuhan itu terjadi menurut kaidah tertentu (kaidah umum). Kaidah umum tersebut adalah proses derivasional akan terjadi lebih dahulu dan kemudian diikuti oleh proses infleksi.
Menurut Subroto (1987), setiap proses morfologis, sebuah afiks akan termasuk infleksional kalau di dalam suatu paradigma dapat diramalkan untuk menggantikan afiks infleksional lainnya. Dengan demikian, juga terdapat keteraturan makna gramatikal di dalam paradigma infleksional. Ciri‑ciri yang demikian tidak terdapat pada paradigma yang derivasional (1985: 6).
‑LEMPARIß---------  -LEMPAR-----------à-LEMPARKAN
Melempari                   melempar                    melemparkan  1
Dilempari                    dilempar                      dilemparkan  2
Kulempari                   kulempar                     kulempar   3
Kaulempari                  kaulempar                    kaulemparkan  4
Dialempari                   dialempar                    dialemparkan  5
                        -                                   terlempar                     -
Paradigma kata kerja terbagi atas tiga kolom: kolom -lempar kolom -lempari, dan kolom lemparkan. Masing‑masing kolom merupakan paradigma infleksional dan masing‑masing mempunyai bentuk kata baris 1 – 6.
Terlihat pada masing‑masing kolom bahwa bentuk dengan Me(N)‑ (sebagai bentuk pertama, baris pertama) dapat digantikan dengan di‑, ku‑, kau‑, dia‑. Oleh karena itu, masing‑masing kolom merupakan paradigma infleksional. Kemunculan masing‑masing bentuk dari setiap kolom dapat diramal­kan berdasarkan kaidah gramatis tertentu. Bentuk baris 1 terda­pat apabila kalimat berfokus agentif, sedangkan baris 2‑6 berfokus pasientif. Perbedaan antara baris 2‑6 menyatkan ‘keak­sidentalan’ (hal tidak disengaja); baris 2‑5 menyatakan ‘kesen­gajaan’. Baris 6 berbeda dengan baris 3‑5 karena menyatakan pelaku ‘nampak dalam bentuk’, sedangkan baris 2 menyatakan pelaku ‘tidak nampak dalam bentuk’; baris 3 pelaku adalah O1, baris 4 adalah O2, baris 5 adalah O3.
Selanjutnya perlu dibedakan leksem ‑lempar, ‑lempari, dan ‑lemparkan. Leksem ‑lempari bermakna ‘pluralitas perbuatan’, ‑lemparkan (dalam oposisinya dengan ‑lempar) mengandung ciri ‘kebenefaktifan’. Dengan begitu, kata melempar, melempari, dan melemparkan secara leksikal adalah tiga kata yang berbeda (derivasional) sekalipun termasuk dalam kata kerja.

                                                            Penutup

Pembentukan kata mempunyai dua sifat yaitu pertama membentuk kata yang bersifat inflektif, dan kedua yang bersifat dervatif.
  1. Proses  morfemis yang derivasional
Proses morfemis yang mengakibatkan perubahan keanggotaan kategorial kata yang dikenainya dan jenis ini dapat ditentukan dengan tes keanggotaan kategorial kata.
  1. Proses morfemis yang paradigmatik (infleksi)
Proses morfemis yang tidak mengakibatkan perubahan keanggotaan kategorial kata.
Sejumlah cara membedakan afiks derivasi dengan afiks infleksi menurut Bauer adalah sebagai berikut:
1.  Jika suatu afiks mengubah kelas kata, berarti afiks derivasi, dan jika tidak mengubah kelas kata, biasanya, afiks infleksi (tetapi dapat pula afiks derivasi);
2.  Afiks derivasi mempunyai makna yang tidak tetap (tidak teratur), sedangkan
afiks infleksi selalu mempunyai makna yang tetap (teratur);
3. Suatu kaidah umum adalah afiks derivasi kurang produktif sedangkan afiks infleksi sangat produktif.
Daftar Pustaka
Abdul Chaer. 1994. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta
Dwi Purnanto . 2006. Kajian Linguistik dan Sastra, Vol. 18, No. 35, 2006: 136-152 (Kajian Morfologi Derivasional dan Infleksional dalam Bahasa Indonesia) diakses pada tanggal 04 April 2012 pukul 09.00 
Edi Subroto. 1987.Infleksi dan Derivasi: kemungkinan penerapanya dalam morfologi Bahasa Indonesia dalam jurnal MLI Desember 1987 tahun 5 No. 10.
Verhaar, J.W.M. 1979. Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.