Pendahuluan
Istilah lain yang biasa
dipakai untuk klasifikasi kata adalah penggolongan kata atau penjelasan kata;
klasifikasi kata ini dalam sejarah linguistik selalu menjadi salah satu topik
yang tidak pernah terlewatkan.
Para tata bahasawan
tradisional menggunakan kriteria makna dan fungsi. Kriteria makna digunakan
untuk mengidentifikasikan kelas verba, nomina, dan ajektifa, sedangkan kriteria
fungsi digunakan untuk mengidentifikasikan preposisi, konjungsi, adverbia,
pronomina, dan lain-lainnya (Abdul Chaer, 1994 : 166).
Untuk dapat digunakan di dalam
kalimat atau pertuturan tertentu, maka setiap bentuk dasar, terutama dalam
bahasa fleksi dan aglutinasi harus dibentuk lebih dahulu menjadi sebuah kata
gramatikal, baik melalui proses afiksasi, proses reduplikasi, maupun proses
komposisi.
Pembentukan kata ini mempunyai
dua sifat yaitu pertama membentuk kata yang bersifat inflektif, dan kedua yang
bersifat dervatif. Infleksi dan derivasi merupakan persoalan yang klasik di
dalam tata-bahasa tradisional dan selalu dibedakan di dalam pemerian morfologi
bahasa-bahasa indo-eropa. Hal itu tergolong wajar karena bahasa-bahasa itu
memang tergolong fleksi atau infleksi. Hal itu berbeda dari bahasa Indonesia
yang termasuk aglutinasi (Abdul Chaer, 1994 : 167).
Pembahasan
Infleksi dan Derivasi
Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah
dasar atau bentuk dasar. Dalam proses ini terlibat unsur-unsur (1) dasar atau
bentuk dasar (2) afiks, dan (3) makna gramatikal yang dihasilkan. Proses ini
dapat bersifat inflektif dan dapat pula bersifat derivatif (Abdul Chaer, 1994 :
177).
Afiks adalah sebuah bentuk, misalnya berupa morfem
terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata.
Sesuai dengan sifat kata yang dibentuknya, dibedakan adanya dua jenis afiks,
yaitu afiks inflektif dan afiks derivatif. Yang dimaksud dengan afiks inflektif
adalah afiks yang digunakan dalam pembentukan kata-kata inflektif atau
paradigma infleksional.
- Proses morfemis yang derivasional
Proses morfemis yang mengakibatkan perubahan
keanggotaan kategorial kata yang dikenainya dan jenis ini dapat ditentukan
dengan tes keanggotaan kategorial kata.
Contoh: menghitam (KK) diturunkan dari Kata
Sifat (KS) hitam
- Proses morfemis yang paradigmatik (infleksi)
Proses morfemis yang tidak mengakibatkan perubahan
keanggotaan kategorial kata.
Contoh: Menjualkan
(KK) diturunkan dari menjual (KK)
tidak mengubah kategori kata.
Jadi, fleksi adalah perubahan
morfemis dengan mempertahankan identitas leksikal dari kata yang bersangkutan,
dan derivasi adalah perubahan morfemis yang menghasilkan kata dengan identitas
morfemis yang lain (Verhar, 1979:66).
Dalam artikel Dwi Purnanto, afiks
infleksional cenderung mempunyai makna tetap, sedangkan afiks derivasional belum
tentu (Bauer, 1988: 77). Pada proses infleksi, perubahan kata dasar menjadi
kata bentukan tidak mengubah makna, sedangkan pada proses derivasi kata
bentukan yang dihasilkan biasanya memiliki makna yang berbeda atau relatif
berbeda dari makna bentuk dasarnya. Secara infleksional, pada kata tembak, perubahan menjadi menembak, ditembak, dan tertembak tidak mengubah makna bentuk
kelas kata, namun hanya mengubah makna gramatikal. Namun demikian, secara
derivasional, perubahan tembak (adjektiva) menjadi penembak (nomina) memiliki
makna yang sangat berbeda dari bentuk dasarnya. Dengan demikian, selain terjadi
perubahan makna pada derivasi, sebagaimana telah diungkapakan pada prinsip (1),
terjadi pula perubahan kelas atau identitas kata. (4) Afiks derivasional lebih
dekat dengan akar kata daripada afiks infleksional (Bauer, 1988: 80).
Afiks
dapat dibagi menjadi dua jenis afiks, yaitu afiks‑afiks infleksional dan afiks‑afiks
derivasional. Afiks infleksional adalah afiks yang mampu menghasilkan
bentuk‑bentuk kata yang baru dari leksem dasarnya, sedangkan afiks
derivasional adalah afiks yang menghasilkan leksem baru dari leksem dasar.
Misalnya dalam bahasa Indonesia dibedakan prefiks me- yang infektif dan prefiks me-
yang derivatif. Sebagai afiks inflektif prefiks me- menandai bentuk kalimat indikatif aktif, sebagai kebalikan dari
prefiks di- yang menandai bentuk indikatif pasif. Sebagai afiks derivatif,
prefiks me- membentuk kata baru yaitu kata yang identitas leksikalnya tidak
sama dengan bentuk dasarnya. Misalnya, terdapat pada kata membesar yang berkelas verba dari dasar ajektifa; atau mematung yang berkelas verba dari dasar
nomina.
Afiks infleksi dan derivasi
Afiks derivasi digunakan pada proses afiksasi yang
bersifat derivasi; afiks infleksi digunakan pada proses afiksasi yang bersifat
infleksi. Proses afiksasi yang bersifat derivasi itu akan menghasilkan leksem
(kata dalam pengertian kata leksikal) dari leksem yang menjadi D; proses
afiksasi yang bersifat infleksi akan menghasilkan bentuk-kata (word-form) (kata
dalam pengertian kata gramatikal) dari suatu leksem (D).
Bertolak dari fungsi fleksi dan fungsi derivasi
pada afiks, afiks dapat dibedakan atas dua kelompok berdasarkan fungsinya,
yakni (1) afiks derivasi dan (2) afiks infleksi. Bauer
menjelaskan bahwa afiks derivasi adalah afiks yang memproduksi leksem baru (kata dalam pengertian leksem) dari suatu leksem; dan afiks
infleksi adalah afiks yang berfungsi memproduksi bentuk-kata (kata
gramatikal) dari suatu leksem. Sejumlah cara membedakan afiks derivasi dengan
afiks infleksi menurut Bauer adalah sebagai berikut:
1. Jika suatu afiks mengubah kelas kata, berarti
afiks derivasi, dan jika tidak mengubah kelas kata, biasanya, afiks infleksi
(tetapi dapat pula afiks derivasi);
2. Afiks derivasi mempunyai makna yang tidak
tetap (tidak teratur), sedangkan
afiks
infleksi selalu mempunyai makna yang tetap (teratur);
3. Suatu
kaidah umum adalah afiks derivasi kurang produktif sedangkan afiks infleksi
sangat produktif.
Istilah proses derivasi dan proses
infleksi ini didasarkan pada istilah yang digunakan Matthews. Pada verba
afiksasi yang memiliki beberapa afiks, afiks-afiks tersebut mengimbuh secara
hierarkis. Jika pada verba afiksasi terdapat afiks derivasi dan afiks infleksi,
maka pengimbuhan itu terjadi menurut kaidah tertentu (kaidah umum). Kaidah umum tersebut adalah proses derivasional akan terjadi lebih
dahulu dan kemudian diikuti oleh proses infleksi.
Menurut Subroto (1987), setiap proses morfologis,
sebuah afiks akan termasuk infleksional kalau di dalam suatu paradigma dapat
diramalkan untuk menggantikan afiks infleksional lainnya. Dengan demikian, juga
terdapat keteraturan makna gramatikal di dalam paradigma infleksional. Ciri‑ciri
yang demikian tidak terdapat pada paradigma yang derivasional (1985: 6).
‑LEMPARIß---------‑ -LEMPAR-----------à-LEMPARKAN
Melempari melempar melemparkan 1
Dilempari dilempar dilemparkan 2
Kulempari kulempar kulempar 3
Kaulempari kaulempar kaulemparkan 4
Dialempari dialempar dialemparkan
5
- terlempar -
Paradigma kata kerja terbagi atas tiga kolom:
kolom -lempar kolom -lempari, dan kolom lemparkan. Masing‑masing kolom merupakan paradigma infleksional dan
masing‑masing mempunyai bentuk kata baris 1 – 6.
Terlihat pada masing‑masing kolom bahwa bentuk
dengan Me(N)‑ (sebagai bentuk pertama, baris pertama) dapat digantikan dengan di‑, ku‑, kau‑, dia‑. Oleh karena itu,
masing‑masing kolom merupakan paradigma
infleksional. Kemunculan masing‑masing bentuk dari setiap kolom dapat
diramalkan berdasarkan kaidah gramatis tertentu. Bentuk baris 1 terdapat
apabila kalimat berfokus agentif, sedangkan baris 2‑6 berfokus pasientif.
Perbedaan antara baris 2‑6 menyatkan ‘keaksidentalan’ (hal tidak disengaja);
baris 2‑5 menyatakan ‘kesengajaan’. Baris 6 berbeda dengan baris 3‑5 karena
menyatakan pelaku ‘nampak dalam bentuk’, sedangkan baris 2 menyatakan pelaku
‘tidak nampak dalam bentuk’; baris 3 pelaku adalah O1, baris 4 adalah O2, baris
5 adalah O3.
Selanjutnya perlu dibedakan leksem ‑lempar, ‑lempari, dan ‑lemparkan. Leksem ‑lempari bermakna ‘pluralitas perbuatan’, ‑lemparkan (dalam oposisinya dengan ‑lempar) mengandung ciri
‘kebenefaktifan’. Dengan begitu, kata melempar,
melempari, dan melemparkan secara
leksikal adalah tiga kata yang berbeda (derivasional)
sekalipun termasuk dalam kata kerja.
Penutup
Pembentukan kata mempunyai dua
sifat yaitu pertama membentuk kata yang bersifat inflektif, dan kedua yang
bersifat dervatif.
- Proses morfemis yang derivasional
Proses morfemis yang mengakibatkan perubahan
keanggotaan kategorial kata yang dikenainya dan jenis ini dapat ditentukan
dengan tes keanggotaan kategorial kata.
- Proses morfemis yang paradigmatik (infleksi)
Proses morfemis yang tidak mengakibatkan perubahan
keanggotaan kategorial kata.
Sejumlah cara membedakan afiks derivasi dengan
afiks infleksi menurut Bauer adalah sebagai berikut:
1. Jika suatu afiks mengubah kelas kata, berarti
afiks derivasi, dan jika tidak mengubah kelas kata, biasanya, afiks infleksi
(tetapi dapat pula afiks derivasi);
2. Afiks derivasi mempunyai makna yang tidak
tetap (tidak teratur), sedangkan
afiks
infleksi selalu mempunyai makna yang tetap (teratur);
3. Suatu
kaidah umum adalah afiks derivasi kurang produktif sedangkan afiks infleksi
sangat produktif.
Daftar Pustaka
Abdul Chaer. 1994. Linguistik Umum.
Jakarta : Rineka Cipta
Dwi
Purnanto . 2006. Kajian
Linguistik dan Sastra, Vol. 18, No. 35, 2006: 136-152 (Kajian Morfologi Derivasional dan Infleksional dalam Bahasa Indonesia) diakses pada tanggal 04 April 2012
pukul 09.00
Edi Subroto. 1987.Infleksi dan Derivasi: kemungkinan penerapanya dalam morfologi Bahasa
Indonesia dalam jurnal MLI Desember 1987 tahun 5 No. 10.
Verhaar,
J.W.M. 1979. Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.