Rabu, 23 November 2011

proses kreatif puisi Bakdi Soemanto



TELAAH PUISI

1.      Proses kreatif penyair Bakdi Soemanto

Bakdi Soemanto adalah penyair dari Solo. Penyair lulusan sastra Inggris UGM  ini dikenal sebagai seorang yang hidup sederhana dan dermawan. Selama ia menjadi  Ketua  Umum Dewan Kesenian Yogyakarta gaji yang diperoleh disumbangkan kepada teman seniman atau group seni yang minta ke DKY.
Seorang penyair adalah seseorang yang memilki sifat yang sederhana dan jujur. Mungkin itu adalah kata yang tepat untuk mewakili sosok Bakdi Soemanto. Dia pernah menguji kejujuran para pengemis dengan cara menyiapkan tempolong yang berisi uang receh Rp 5,- ditaruh depan rumahnya kemudian ditulis “Silakan, seorang ambil satu”. Namun ternyata para pengemis itu tidak jujur.
Dari kejadian itu ia hanya berkomentar bahwa pengemis juga harus diatur ternyata. Kebebasaan disalah gunakan, aturan permainan harus dipatuhi. Mungkin itulah yang mengiinspirasi karya-karya yang dibuatnya. Sajak yang pernah dibuatnya adalah Kolam, Gerimis, Gelas, Mata, Gereja Mrican Suatu Pagi, Rumah Di Desa Patuk, Wonosari, Dekap, Persiapan Pementasan Drama, Matahari, dan Jari.

2.      Analisis puisi “Persiapan Pentas Drama” karya Bakdi Soemanto

Dari proses kreatif penyair analisis puisi ini dapat ditentukan. Puisi “Persiapan Pentas Drama” ini menggambarkan bahwa Bakti sang penulis melihat banyak ketidakjujuran. “Persiapan Pentas Drama” adalah sebuah simbol dimana sebuah sandiwara manusia akan dimainkan. Hal itu dapat dilihat dari pengalamannya saat kebebasan disalah gunakan dan sulitnya mengatur orang saat ini.
Drama yang mengisahkan di dunia ini banyak ketidakjujuran dan banyak kecurangan. Dalam puisi ini ditunjukkan bahwa sandiwara dipersiapkan secara matang. Mereka pun berlatih bagaimana cara agar membuat orang merasa terharu akan pentas drama mereka. Mereka akan berusaha dengan sungguh-sungguh agar orang-orang memperhatikan dan mengingat kesedihan mereka.
“Empatratusempatpuluhempat ekor” dan pada larik “Empatratusempatpuluhempat aktor” penulis nampaknya sengaja tidak memisah kata empatratusempatpuluhempat mungkin karena bukan jumlah melainkan simbol atau lambang yang digunakan untuk mempertegas puisinya.
            Pada tiga larik terakhir “meski ketika kita tiba di rumah kita bertanya-tanya : Masak Iya !”  larik itu menunjukan bahwa sekarang ini banyak orang yang berpura-pura manis di depan kita namun ternyata orang itu membohongi kita. Banyak orang sengaja bersandiwara agar merasa dikasihani, namun setelah kita membantunya ia meninggalkan kita dan kita baru sadar akan kebohongan mereka.
           

Sumber : Kumpulan Puisi (Tugu) dan dari berbagai sumber


Tidak ada komentar:

Posting Komentar